Langsung ke konten utama

Postingan

Negara Boneka

Maaf kalau dalam tulisan kali ini saya banyak menyebutkan merk. Ini karena keprihatinan saya tentang negara kita, Indonesia. Keprihatinan yang cukup wajar karena merk-merk ini adalah produk-produk yang biasa kita gunakan sehari-hari. Pernahkah teman-teman menyangka, kalau penjajahan sedang terjadi di Indonesia. Jangan berpikir tentang penjajahan selama 3,5 abad oleh Belanda atau 3,5 tahun oleh Jepang terhadap negara kita. Penjajahan gaya kolonialisme sudah bukan jamannya lagi. Model penjajahan masa kini adalah model ekonomi dan budaya. Dua sektor itu yang umumnya paling banyak digunakan. Saat bangun pagi, biasanya kita akan mandi dan umumnya merk2 produk mulai dari sabun, shampoo dan pasta gigi tidak jauh2 dari brand Unilever.Brand yang sangat kuat positioningnya di negara kita ini berasal dari luar negeri, tepatnya di Eropa sana. Kemudian berangkat menggunakan motor atau mobil, bebas merknya dan rata2 itu buatan luar negeri juga.Mau  Honda, Suzuki, atau Yamaha, itu produk Jepang.
Postingan terbaru

Bali dan Sepeda Motor

Tergelitik juga mendengar cerita bapak saya ketika cuap-cuap mengenai dinamika di banjar tahun 1980-an. Tahun 1980an ketika jalanan Bali masih belum seramai saat ini,dan kendaraan pun masih bisa dihitung dengan jari. Saat itu bapak saya sangat terkesan dengan pernyataan salah satu krama ketika berlangsungnya sangkep atau rapat banjar. Kira2 begini pernyataannya,"bagaimana kalau kita jual saja banjar ini trus uangnya kita jadikan sepeda motor dan dibagikan per-KK." Celetukan ini kontan membuat gaduh peserta rapat saat itu.Beberapa malah ada yg menengahi,"sebaiknya jangan dijual,tp disewakan saja". Tapi untungnya kelian banjar saat itu bersikap bijak dengan meredam pendapat kramanya agar tidak sampai menyewakan banjar apalagi menjualnya. Tahun 1980-an bisa dibilang salah satu moment ketika modernisasi mulai merambah Bali dengan begitu derasnya. Salah satu wujudnya adalah transportasi sepeda motor yg menjadi idaman masyarakat karena dianggap praktis dan bisa menempuh j

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban

Selamat Datang Seniman Muda Banjar Samping Buni

            Malam itu aku mampir ke bale banjar untuk melihat latihan akhir sekaa gong anak-anak banjarku yang akan berlomba dalam festival gong kebyar anak-anak se-Kota Denpasar serangkaian event Maha Bandana Prasadha di lapangan Puputan Badung. Jarang-jarang aku melihat mereka latihan secara langsung,karena biasanya sepulang kerja aku papasan sama anak-anak kecil seniman-seniman muda ini yang bubaran setelah mereka selesai latihan. Dulu aku juga seperti mereka, antusias begitu ngeliat pemade atau kantil (salah satu instrument dalam gong kebyar) dan serasa ingin segera untuk menabuh instrument pentatonic itu. Tapi anak-anak kecil ini beruntung karena jamanku seumuran mereka, di banjar belum ada perangkat gamelan gong kebyar.Yang ada hanya perangkat baleganjur. Sementara ketertarikanku ada pada gamelan gong kebyar terutama instrument pemade atau kantil . Saking menjiwainya, terkadang secara tak sadar jari-jariku bergerak mengikuti imajinasi suara gong kebyar yang ada di pikiranku.

Sedikit Kesan Mengenai Singapura

Yaaah, hari itu Jumat 28 September 2012 mungkin hari bersejarah buatku karena hari ini aku pertama kali melakukan perjalanan keluar Indonesia, ya... keluar negeri tepatnya ke negeri singa, tapi tidak ada binatang endemik singa disana, atau mungkin ada tapi sudah punah....Ya, Singapura... Terminal keberangkatan international Airport Ngurah Rai pun baru kali ini kujejakkan, setelah berpuluh2 kali airport ini kudatangi. Sedikit cemas, karena ketika orang lain liburan keluar negeri pertama kali mengajak rombongan atau pasangan, kali ini saya seorang diri walaupun nantinya di Singapura saya bertemu rekan2 kantor baru disana, ya kantor baru dengan orang2 yang mayoritas belum kukenal. Setelah proses yang semuanya baru kulewati, sampailah aku di Singapura. Kesan pertama biasa saja, termasuk ketika aku masuk terminal airport ini. Banyak orang mengatakan bagus atau mewah, bagiku biasa saja. Bukan termasuk sombong, tapi karena kemewahan bukan jadi interestku untuk memberikan kesan sebuah temp

SIM Keliling

Sambil nunggu giliran,untuk ngisi waktu saya menulis blog ini. Yak,hari ini saya menunggu giliran untuk perpanjangan SIM A saya yang sudah mati di bulan maret lalu. Kali ini saya mencoba layanan SIM keliling dari Poltabes Denpasar. Hmm cukup efektif juga menurut saya,sebuah terobosan kreatif untuk memudahkan masyarakat dlm memperpanjang ijin mengemudinya. Layanan ini terdiri dari sebuah mobil minibus dengan 3 staf didalamnya. Di body mobil terpampang jadwal operasi mobil sim keliling beserta persyaratan yang diperlukan. Tapi sayang suara genzet yang begitu keras menenggelamkan suara panggilan antrian dari pak polisi yang bertugas. Walau demikian, salut untuk jajaran poltabes denpasar yang memiliki terobosan sim keliling ini.

Kembalikan Baliku

Tulisan ini saya buat saat menunggu panggilan boarding pesawat ke Mataram. Perjalanan ke airport sebenarnya sdh sering saya lalui, tetapi baru kali ini insting menulis saya muncul. Kali ini tentang keprihatinan tentang bali selatan yang semakin krodit. Apa sebenarnya yang terjadi? Di mobil katana sederhana saya berdiskusi dengan ayah yg kebetulan hari ini menjadi sopir saya. Penyebabnya pembangunan Bali terlalu pesat tapi tanpa diimbangi oleh infrastruktur yang memadai. Sepanjang perjalanan banyak hotel baru yang sedang dibangun. Jumlah kendaraan mengular di jalan berjam-jam. Solusi dari ini adalah perlunya pemerintah yang tegas dan bekerja serius. Menegakkan regulasi dan membuat terobosan. Membatasi kemanjaan masyarakat dan tetap di jalur pengembangan pariwisata budaya seperti yang telah dicanangkan pemimpin Bali dahulu.