Langsung ke konten utama

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar.

Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berlubang karena sudah termakan rayap. Sekali lagi aku minta ijin kepada pemangku untuk membawa kotak kayu itu keluar untuk melihat isinya.

lontar yg kukeluarkan dari kotaknya
Dengan agak susah payah aku buka kotak itu dan terlihatlah kumpulan beberapa lontar yang sudah termakan usia, terlihat dari banyaknya rayap dan kecoa yang mengerubutinya. Dengan agak hati-hati aku mengeluarkan kumpulan lontar itu dari kotaknya. Secara kasat mata terdapat lebih dari satu cakepan (kumpulan) dan kondisinya menurutku sudah sangat parah. Beberapa sudah terlihat putus dibagian samping termakan usia dan berubah menjadi potongan-potongan kecil, dan hanya satu cakepan yang kondisinya lumayan bagus, meski ada juga kerusakan dibeberapa bagiannya. Dalam hati ada perasaan sedih melihat benda pusaka khususnya lontar ini kondisinya tidak terawat. Permohonan ijin selanjutnya saya lontarkan ke pemangku untuk memperkenankan rekan saya mengobservasi sekaligus membacanya. Ijinpun akhirnya saya dapatkan. Segera saya menelepon teman dan dia memberikan waktu hari selasa 15 Januari untuk observasi pertama terhadap lontar pusaka ini.

Guna dan rekannya memperhatikan kondisi lontar
Selasa, 15 Januari 2013 teman saya yg berjanji akan mengobservasi lontar ini datang tepat waktu. Guna bersama salah satu temannya merupakan orang yang saya mintakan bantuan untuk kembali merawat dan kalau bisa membaca isi dari lontar itu. Guna dan temannya ini memang menekuni sastra bali dan jawa kuno dan mereka juga mengenyam pendidikan tersebut di Fakultas Sastra Universitas Udayana. Dengan berjalan kaki dan masih setengah berseragam kerja, aku mengajak mereka datang ke Merajan. Ditemani Pemangku aku segera membawa keluar kotak yang berisi lontar untuk diobservasi di Bale. Dari raut muka mereka menunjukkan rasa penasaran dan keingin tahuan tingkat tinggi. Setelah menyimak beberapa saat, disimpulkan bahwa hanya satu cakepan yang kondisinya masih cukup bagus. Dari beberapa aksara yang dibaca, dia menyebutkan bahwa aksara yang digunakan adalah aksara bali wayah dan menggunakan bahasa jawa kuno (kawi). Dilihat dari barisan pertama Guna menyebutkan bahwa lontar ini berisi tentang usadha atau ilmu pengobatan. Rekannya tampak sibuk memperhatikan cakepan lontar yang lain yang kondisinya menurutnya sudah sangat parah. Masih belum jelas apa isi dari lontar tersebut. Keduanya menyimpulkan bahwa lontar2 ini ditulis oleh Rsi yang memiliki pengetahuan Nyastra tinggi, dilihat dari barisan aksara yang sangat indah dan penggunaan bahasa kawi didalamnya.



Lontar yg kusimpan setelah observasi awal
Rasa penasaranku sedikit terobati mendengar penjelasan Guna dan temannya. Merekapun menyarankan padaku untuk berkoordinasi dulu dengan keluarga besar sebelum lontar2 ini mulai diobservasi lebih lanjut. Aku menyanggupinya.Obrolan kami berlanjut membahas keberadaan lontar di Bali yang banyak terdapat di pura-pura atau merajan penduduk, tetapi sangat sedikit yang terungkap ke permukaan. Dibandingkan dengan peninggalan lain seperti keris dan arca, lontar memiliki keunggulan tersendiri dimana lontar berfungsi sebagai media penghubung antara generasi terdahulu dengan generasi saat ini. Kondisi saat ini sangat sedikit masyarakat Bali yang memandang lontar sebagai pusaka yang patut diketahui isinya karena dalam lontar Bali inilah kecemerlangan leluhur kita tempo dulu terdokumentasikan. Semoga aku dan keluarga diberi petunjuk untuk setidaknya bisa menyelamatkan lontar merajan ini dari kerusakan lebih parah dan syukur2 bisa mengetahui isinya. Akhirnya kami menyepakati untuk pertemuan selanjutnya dilakukan setelah aku mengkomunikasikan hal ini ke keluarga besarku. Ikuti kisah2ku berikutnya dalam menyelamatkan lontar-lontar ini..

Komentar

Didi mengatakan…
sayang, banyak lontar dianggap sakral dan tidak boleh dibaca sembarang orang. padahal pada lontar terkandung sejarah dan berbagai ilmu misalnya usada, cuaca, arsitektur dan agama.
Made Ari Putranta mengatakan…
Iya bro..perawatan juga kurang..info dari teman saya,bbrp lontar bali bahkan sdh dibawa ke belanda saat jaman penjajahan dan disimpan di university of leiden..tp biarpun diambil belanda merawat lontar2 itu lebih baik dari kita.
Anonim mengatakan…
Keren bro, mari lestarikan lontar, ditunggu hasil observasi lontarnya...
Made Ari Putranta mengatakan…
Oke...makasi bro
Unknown mengatakan…
Terkadang banyak masyarakan kita takut untuk membaca bahkan hanya menyentuh lontar warisan leluhur, karena ada anggapan bahwa lontar tersebut sangat sakral. salut sama Bli arik yang tidak terpengaruh opini seperti itu. lanjutkan Bli.

Postingan populer dari blog ini

Sedikit Kesan Mengenai Singapura

Yaaah, hari itu Jumat 28 September 2012 mungkin hari bersejarah buatku karena hari ini aku pertama kali melakukan perjalanan keluar Indonesia, ya... keluar negeri tepatnya ke negeri singa, tapi tidak ada binatang endemik singa disana, atau mungkin ada tapi sudah punah....Ya, Singapura... Terminal keberangkatan international Airport Ngurah Rai pun baru kali ini kujejakkan, setelah berpuluh2 kali airport ini kudatangi. Sedikit cemas, karena ketika orang lain liburan keluar negeri pertama kali mengajak rombongan atau pasangan, kali ini saya seorang diri walaupun nantinya di Singapura saya bertemu rekan2 kantor baru disana, ya kantor baru dengan orang2 yang mayoritas belum kukenal. Setelah proses yang semuanya baru kulewati, sampailah aku di Singapura. Kesan pertama biasa saja, termasuk ketika aku masuk terminal airport ini. Banyak orang mengatakan bagus atau mewah, bagiku biasa saja. Bukan termasuk sombong, tapi karena kemewahan bukan jadi interestku untuk memberikan kesan sebuah temp

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang