Langsung ke konten utama

Sedikit Kesan Mengenai Singapura

Yaaah, hari itu Jumat 28 September 2012 mungkin hari bersejarah buatku karena hari ini aku pertama kali melakukan perjalanan keluar Indonesia, ya... keluar negeri tepatnya ke negeri singa, tapi tidak ada binatang endemik singa disana, atau mungkin ada tapi sudah punah....Ya, Singapura...

Terminal keberangkatan international Airport Ngurah Rai pun baru kali ini kujejakkan, setelah berpuluh2 kali airport ini kudatangi. Sedikit cemas, karena ketika orang lain liburan keluar negeri pertama kali mengajak rombongan atau pasangan, kali ini saya seorang diri walaupun nantinya di Singapura saya bertemu rekan2 kantor baru disana, ya kantor baru dengan orang2 yang mayoritas belum kukenal.

Setelah proses yang semuanya baru kulewati, sampailah aku di Singapura. Kesan pertama biasa saja, termasuk ketika aku masuk terminal airport ini. Banyak orang mengatakan bagus atau mewah, bagiku biasa saja. Bukan termasuk sombong, tapi karena kemewahan bukan jadi interestku untuk memberikan kesan sebuah tempat yang baru. Kalaupun bagus, bagiku itu hanya disebabkan oleh design karpetnya saja, tidak lebih..atau lebihnya ada kran air dispenser yang langsung diminum, dan tentunya staf bandara yang berbicara bahasa inggris dengan berbagai macam dialek...

Kesan mendalam baru aku temukan ketika aku masuk ke kotanya...rapi, tertib, bersih apalagi ya...beda dengan Bali, dimana banyak motor atau mobil "peslengkat" (berserakan-red) yang menimbulkan kemacetan dimana-mana. Di Singapura, kita seakan-akan dididik mengoptimalkan apa yang kita miliki, anggota tubuh dengan berjalan kaki atau memanfaatkan optimal lahan negaranya yang terbatas. Yah, apresiasi tinggi saya berikan pada negara ini karena telah berhasil mendidik mental warganya untuk menjadi disiplin, dan taat aturan.

Banyak aturan yang ada di Singapura aku dambakan diterapkan di Indonesia, atau Bali lah supaya tidak terlalu luas. Mendambakan Bali yang bebas macet, dengan transportasi publik yang bagus dan lingkungan yang bersih..Arrgghhh, kalau sudah begini saya mendukung pemerintah untuk menaikkan pajak kendaraan bermotor, atau menaikkan harga bahan bakar atau melambungkan tarif parkir, supaya warga Bali tidak terlalu manja untuk menggunakan dan memiliki kendaraan bermotor...Terlalu ekstrim memang, hahaha....geregetan, jika membandingan kedua negara sama seperti yang dikatakan Wahyu, teman yang bekerja disini. Harusnya Bali bisa seperti itu, memanajemen daerahnya dengan baik...Tapi, itu semua tergantung mental pemerintahnya, dan masyarakatnya...Selebihnya biarlah foto-foto yang menggambarkan ceritaku selama berada di Singapura.


Orchard Road,tempat dengan pedestrian yang nyaman bagi pejalan kaki,
dan surganya para shopper...

MRT, MonoRailTransportation,transportasi publik yang nyaman dan bersih

















Merlion,patung yang menjadi ikon Singapura

















Burung Jalak, yang menyita perhatianku krn di Indonesia sudah jadi burung
peliharaan,tetapi di Singapura hidup dengan bebasnya...



Komentar

Anonim mengatakan…
Kebanyakan aturan menurut saya tetap aja kurang nyaman... BALI is BALI tidak ada duanya didunia ini (just comment), boleh takjub dengan kerapihan dan kebersihannya, menurut saya sendiri, singapura anggo melali 3hri 4 malam cukup sudah, tpi kalau lebih dari itu akan terasa tersiksa dengan ke individualisme nya masyarakat disana, terasa saat kita berjalan di orchard road yg mana orang2nya tanpa mengobrol sdikitpun, sibuk dengan iphone dan ipad nya masing2, hanya kita orang indonesia yg jln2 disana bisa sambil ngobrol.. Rajin bapake nulis nok..
Made Ari Putranta mengatakan…
suksma komentarnya pak wishnu...haha,iya juga ya...sepanjang orchard semua pada sibuk dengan headaet.. tp kebanyakan pake sams*** ga ada yg pake bebelac broo :p
Julia's Mind mengatakan…
Iya Rik, ak blm pernah ke Singapura sih hehehe Asyik jg kalo di Bali bisa bersih alias penduduknya sadar utk ikut jaga lingkungan. Bali go green yg jd slogan selama ini cuma slogan aja -_-' plastik tetap bertebaran dimana2. o iya transportasi umum jg, smg makin bnyk publik transport yg nyaman lah _/\_ :)

Postingan populer dari blog ini

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang...

Omed-Omedan

Seru banget sewaktu hunting foto omed-omedan di Sesetan. Mulai dari cari lokasi motret (ngaku jadi mahasiswa ISI, biar dapet posisi bagus), sampe berkelit dari siraman air dan hampir jatuh dari venue fotografer. Semua itu demi mendokumentasikan ajang budaya tahunan, omed-omedan... Peserta Omed-omedan yang kaget ngeliat pria yang akan menjadi pasangannya... Ekspresinya dapet ya... Akhirnya beradu juga, hehehe... Sayang anak muda dari luar Banjar Kaja ga bole ikut.. Pas mereka bergulat, panggung fotografer sudah mengeluarkan bunyi "kriak" tanda mau roboh, tapi untung ga kejadian. Biar seru, sebelum beraksi para peserta disiram dulu... hehe... Jadi ceritanya, tradisi omed-omedan ini bermula dari sepasang babi yang sedang bergulat asmara di wilayah Banjar Kaja. Sejak itu musibah penyakit yang melanda seketika hilang. Dan akhirnya petinggi Banjar Kaja pun diundang untuk beraksi di tradisi omed-omedan...

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban...