Langsung ke konten utama

Tumpek Wariga

Hari ini adalah hari Raya Tumpek Wariga... Suatu hari raya bagi umat Hindu untuk menghormati lingkungan tempatnya hidup dan beraktivitas sehari-hari. Tumpek Wariga dalam aplikasinya diwujudkan dalam bentuk memberikan apresiasi kepada tumbuh-tumbuhan sebagai partner didalam menjalani kehidupan ini. Suatu pola pikir simple dan sangat basic jika dipandang menurut pola pikir modern seperti saat ini. Tapi pola pikir inilah yang saat ini kembali digembar-gemborkan di jagat raya ini. Mungkin dunia sudah jenuh dengan pola pikir yg selalu menguasai alam,eksploitasi besar-besaran dan tanpa memberikan appreciate apapun kepada lingkungan. Sebagai gantinya, lingkungan saat ini mulai jenuh, dengan memberikan peringatan berupa banjir, abrasi, kemarau berkepanjangan dan sebagainya.

Di Bali selain Tumpek Wariga juga dikenal mempunyai filosofi Tri Hita Karana, tiga penyebab kemakmuran yang salah satunya memasukkan unsur lingkungan sebagai penyebabnya. Sayang, filosofi ini mungkin kurang begitu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Satu lagi yang revolusioner dan satu-satunya yang ada di muka bumi ini. Nyepi. Satu hari dimana manusia di Bali mengalahkan egonya terhadap alam. Mengheningkannya dari segala aktivitas fisik, dan satu hari dimana kita bisa mendengar suara-suara alam, burung-burung bernyanyi, angin yang mendesir. Suara-suara yang biasanya tenggelam oleh suara aktivitas manusia seperti kendaraan bermotor dan pabrik, bisa kita dengar saat Nyepi ini, bahkan di kota sekalipun.

So, kita sudah diwariskan pola hidup ramah terhadap lingkungan, tinggal bagaiman kita mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Let's go green our world guys!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban

Sedikit Kesan Mengenai Singapura

Yaaah, hari itu Jumat 28 September 2012 mungkin hari bersejarah buatku karena hari ini aku pertama kali melakukan perjalanan keluar Indonesia, ya... keluar negeri tepatnya ke negeri singa, tapi tidak ada binatang endemik singa disana, atau mungkin ada tapi sudah punah....Ya, Singapura... Terminal keberangkatan international Airport Ngurah Rai pun baru kali ini kujejakkan, setelah berpuluh2 kali airport ini kudatangi. Sedikit cemas, karena ketika orang lain liburan keluar negeri pertama kali mengajak rombongan atau pasangan, kali ini saya seorang diri walaupun nantinya di Singapura saya bertemu rekan2 kantor baru disana, ya kantor baru dengan orang2 yang mayoritas belum kukenal. Setelah proses yang semuanya baru kulewati, sampailah aku di Singapura. Kesan pertama biasa saja, termasuk ketika aku masuk terminal airport ini. Banyak orang mengatakan bagus atau mewah, bagiku biasa saja. Bukan termasuk sombong, tapi karena kemewahan bukan jadi interestku untuk memberikan kesan sebuah temp

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang