Miris juga ngeliat trend orang2 belanja saat ini...Hmm, sebenarnya ga cuman dalam hal berbelanja tapi lebih luas lagi dalam kehidupan sehari-hari. Maksudnya, saat ini aktivitas kita ga terlepas dari yang namanya plastik. Kalo kita belanja di warung, toko, ataupun supermarket kita selalu memakai tas plastik untuk menampung barang-barang belanjaan kita. Kalau dalam tulisan Mbak Dewi Lestari dikatakan, coba kita melihat suasana supermarket yang penuh sesak dengan manusia yang masing-masing sibuk membawa barang belanjaannya. Jika gambar manusia dalam cctv supermarket tersebut kita hilangkan (anggap saja bisa), maka kita akan melihat tumpukan tas plastik yang sangat banyak dan berjalan di areal supermarket. Pernahkan terpikir dimana hilir dari tas plastik itu nantinya?
Ga cuman dalam konteks kita berbelanja. Di Bali dahulu setiap ada piodalan atau hari besar, setiap umat yang akan bersembahyang akan membawa canang dan sesajen lainnya sebagai pelengkap. Canang dan sesajen itu biasanya dibawa menggunakan bokor atau keben. Tetapi, berbeda dengan situasi sekarang. Umat sudah banyak yang menggunakan plastik dalam membawa canang dan sesajen lainnya. Bahkan wadah dari tirta (air suci) juga sekarang banyak yang menggunakan plastik. Pernah saya bersembahyang ke sebuah pura di Tabanan. Lokasi pura yang ada di kawasan pegunungan Batukaru sangat indah dan dikelilingi dengan petak-petak sawah terassering yang mempesona. Tetapi pemandangan indah itu sangat kontrak ketika saya memasuki halaman parkir dari pura tersebut. Sampah-sampah plastik bertebaran dimana-mana dengan beraneka warna. Mungkin kalau dilihat dari sisi estetika, warna-warni plastik itu seakan menghiasi halaman parkir pura sebagai kanvasnya. Tetapi apa daya, itu hanya estetika semu. Karena gemerlap warna itu berasal dari sesuatu yang sangat merusak struktur tanah kita. Yah, plastik jika sudah tidak digunakan tergolong sampah anorganik yang susah terurai menjadi tanah. kalaupun bisa, waktu yang dibutuhkan sangat lama hingga mencapai ratusan tahun.
Itu jika sampah plastik tergeletak di tanah. Bagaimana dengan sampah plastik yang posisi hilirnya ada di sungai dan laut? Sudah banyak wisatawan yang mengeluh bahwa panorama bawah laut Bali yang dulunya indah, kini penuh dengan sampah plastik. Selain kotor, sampah-sampah plastik tersebut bisa merusak ekosistem bawah laut karena akan menjebak populasi ikan dan terumbu karang yang ada didalamnya.
Jadi setelah mengerti bagaimana dampak negatif dari plastik. Mari kita mulai dari hal-hal kecil, seperti jangan gampang meminta tas plastik jika berbelanja di warung/toko/supermarket. Jika barang yang kita beli dalam jumlah banyak, tidak ada salahnya kita membawa tas non plastik (bisa dari kain) dari rumah untuk tempat belanjaan kita. Kemudian mari kita hidupkan kembali tradisi membawa bokor atau keben sebagai tempat canang atau sesajen jika akan bersembahyang. Supaya Bali, pulau yang kita cintai ini nantinya tidak dicap sebagai pulau plastik. Jangan sampai...
Ga cuman dalam konteks kita berbelanja. Di Bali dahulu setiap ada piodalan atau hari besar, setiap umat yang akan bersembahyang akan membawa canang dan sesajen lainnya sebagai pelengkap. Canang dan sesajen itu biasanya dibawa menggunakan bokor atau keben. Tetapi, berbeda dengan situasi sekarang. Umat sudah banyak yang menggunakan plastik dalam membawa canang dan sesajen lainnya. Bahkan wadah dari tirta (air suci) juga sekarang banyak yang menggunakan plastik. Pernah saya bersembahyang ke sebuah pura di Tabanan. Lokasi pura yang ada di kawasan pegunungan Batukaru sangat indah dan dikelilingi dengan petak-petak sawah terassering yang mempesona. Tetapi pemandangan indah itu sangat kontrak ketika saya memasuki halaman parkir dari pura tersebut. Sampah-sampah plastik bertebaran dimana-mana dengan beraneka warna. Mungkin kalau dilihat dari sisi estetika, warna-warni plastik itu seakan menghiasi halaman parkir pura sebagai kanvasnya. Tetapi apa daya, itu hanya estetika semu. Karena gemerlap warna itu berasal dari sesuatu yang sangat merusak struktur tanah kita. Yah, plastik jika sudah tidak digunakan tergolong sampah anorganik yang susah terurai menjadi tanah. kalaupun bisa, waktu yang dibutuhkan sangat lama hingga mencapai ratusan tahun.
Itu jika sampah plastik tergeletak di tanah. Bagaimana dengan sampah plastik yang posisi hilirnya ada di sungai dan laut? Sudah banyak wisatawan yang mengeluh bahwa panorama bawah laut Bali yang dulunya indah, kini penuh dengan sampah plastik. Selain kotor, sampah-sampah plastik tersebut bisa merusak ekosistem bawah laut karena akan menjebak populasi ikan dan terumbu karang yang ada didalamnya.
Jadi setelah mengerti bagaimana dampak negatif dari plastik. Mari kita mulai dari hal-hal kecil, seperti jangan gampang meminta tas plastik jika berbelanja di warung/toko/supermarket. Jika barang yang kita beli dalam jumlah banyak, tidak ada salahnya kita membawa tas non plastik (bisa dari kain) dari rumah untuk tempat belanjaan kita. Kemudian mari kita hidupkan kembali tradisi membawa bokor atau keben sebagai tempat canang atau sesajen jika akan bersembahyang. Supaya Bali, pulau yang kita cintai ini nantinya tidak dicap sebagai pulau plastik. Jangan sampai...
Komentar