Langsung ke konten utama

Cerita Mengenalkan Musik Etnik Bali di Jakarta

Siang itu, situasi sangat genting. Mobil katana biru yang kutumpangi terjebak macet di jalan raya kuta komplit dengan hujan deras yang mengguyur sejak pagi. Suasana hati semakin galau ketika kulihat jam tangan menunjukkan pukul 14.20, sementara pesawatku boarding pukul 15.00... Arghhh, mudah2an nanti flightnya delay karena cuaca buruk... Jarak tempuh yang tinggal sedikit tiba2 menjadi sangat lama karena kulihat antrian kendaraan yang mengular di pintu masuk Bandara Ngurah Rai... Kulihat jam tangan, waktu boarding tinggal 20 menit. Dengan sabar dan sedikit akrobat dalam menyetir akhirnya aku berlarian menuju terminal keberangkatan, dan arrrgggghhhh.... ternyata flight yang kutumpangi kali ini disiplin alias tidak delay. Monitor yang tergantungg itu menunjukkan kalau flightku sudah boarding, ssstttt tetapi belum final call, mudah2an masih ada harapan untuk bisa ikut flight ini. Tapi harapan itu sirna ketika petugas check in maskapaiku dengan ramah menyebutkan bahwa aku tidak bisa ikut flight ini. Solusi yang ditawarkan adalah waiting list untuk flight berikutnya. Untungnya, maskapai yg kutumpangi ini menyediakan banyak flight untuk rute Denpasar - Jakarta. Yah, jekardah begitu bahasa ababil menyebut kota ini. Ada banyak agenda yang akan aku lakukan di kota pitung ini, mayoritas agenda kantor seperti training, rapat kerja dan agenda idealisku yang bisa dibilang ga nyambung dengan aktivitas kerja yaitu mengenalkan musik etnik Bali di ibukota. Tapi tunda dulu, kuceritakan derita yang kualami di airport Ngurah Rai yang tengah berbenah ini. Dua flight sudah kulewatkan dengan kondisi full seat, aku sudah mulai pesimis bisa berangkat hari ini sampai akhirnya aku bertemu Bli Wayan, rekan kantor yang menolongku memasukkan daftar prioritas penumpang untuk flight terdekat melalui temannya. Dan benar saja, tidak lama setelah Bli Wayan menelepon temannya, akuu akhirnya bisa naik ke flight berikut tanpa menunggu lama, dan fly..... *lega...

Keesokan harinya senin tanggal 9 Januari 2012 pagi aku bertemu rekan2 seperjuangan di tempat breakfast di hotel tempat kami menginap di bilangan Pecenongan Jakarta. Senang sekali bertemu mereka yang berasal dari daerah berbeda-beda, dan mengulang kebiasaan tiap kali bertemu yaitu bercanda, hahahaha *tertawa lepas. Minggu pertama training kulalui dengan suka cita di lokasi kampus kantor tepatnya di Tanah Abang. Agenda berikutnya adalah rapat kerja Treasury Group sebagai unit kerja yang menaungiku di bank plat merah dengan simbol pita emas, Bank Mandiri. Rapat kerja yang diadakan di daerah Sudirman terasa begitu keren karena diadakan dengan konsep santai dicampur kegiatan sosial dengan menyumbang buku untuk penderita tuna netra melalui yayasan Kick Andy dan ditutup dengan nonton film bersama...

Minggu kedua, suasana bosan mulai menggelayut di benakku dan teman2 peserta training lainnya. Tapi bosan itu segera digantikan oleh perasaan tegang, ketika rabu tanggal 18 Januari 2012 aku dihubungi via telepon oleh pihak EO yang menangani event corporate social responsibility (CSR) kantorku tepatnya event Wirausaha Muda Mandiri. Sebut saja namanya Danu menanyakan teknis perihal gladi bersih Emoni Bali untuk pembukaan Expo Wirausaha Muda Mandiri besok di Assembly Hall Jakarta Convention Centre. Sebelum kuceritakan lebih lanjut ada baiknya kujelaskan tentang apa yang kusebut agenda idealis di awal tulisan ini, hahaha... Agenda idealis ini adalah mengenalkan musik etnik Bali kepada audience Jakarta melalui kelompok musik Emoni Bali di event kantor yaitu Wirausaha Muda Mandiri (WMM). Cerita tentang bagaimana agenda idealis ini muncul berawal ketika Gungde, salah satu finalis WMM Bali bertanya kepadaku mengenai kesempatan mengajak rekan2nya yang tergabung dalam Emoni Bali untuk tampil di event WMM di Jakarta Convention Centre. Finalis utk wirausahawan kreatif ini wajar bertanya seperti itu karena aku beberapa kali  mengenalkan Emoni Bali dalam beberapa event baik intern maupun ekstern kantor. Seperti saat gathering kantor, event Kesiman Progressive Festival dan Denpasar Festival. Pertanyaan Gungde ini memunculkan ide bagiku untuk mencoba menawarkan kesempatan Emoni Bali tampil di event WMM kepada unit kerja yang menangani di Kantor Pusat. Gayung bersambut, dan mereka diberikan kesempatan manggung di tanggal 22 Januari 2012 saat penutupan expo WMM. Timing yang menurutku tepat karena pasti akan banyak pengunjung yang memenuhi JCC saat itu.

Baiklah, kembali ke situasi genting saat aku menerima telepon dari EO WMM yang menanyakan tentang teknis gladi bersih Emoni Bali. Kusarankan dia untuk menghubungi panitia dulu sebelum meneleponku kembali. Dan ternyata berselang 5 menit kemudian, Bu Lisa yang merupakan contac personku di panitia WMM meneleponku dan menginformasikan bahwa jadwal Emoni Bali manggung diubah menjadi tanggal 19 tepat saat pembukaan expo WMM. Dan yang membuatku tak kalah kaget adalah pembukaan expo nanti ditandai dengan pemukulan instrumen Emoni Bali oleh Direktur Bank Mandiri sebagai tanda peresmian. Kaget bukan kepalang sekaligus bangga atas apresiasi yang diberikan oleh jajaran Direksi Bank Mandiri terhadap musik etnik Bali. Segera aku menghubungi Gungde yang saat itu sudah ada di Jakarta sejak beberapa hari untuk mengikuti penjurian WMM nasional. Respon kaget juga muncul, tetapi ada keraguan di benaknya karena khawatir tidak bisa dijalankan karena sangat mendadak. Kendalanya adalah kesiapan rekan2nya yang masih di Bali, mengenai cara membawa peralatan musik, tiket yang harus direschedule, serta penginapan sesampainya mereka di Jakarta. Oh Ratu Bethara, kekhawatiran ini sudah memuncak ke ubun2 *bingung sangat. Kusarankan Gungde untuk menginformasikan kepada teman2nya di Bali dan aku segera meluncur ke Plaza Mandiri untuk melakukan meeting kecil dengan panitia WMM begitu training usai. Kabar yang kuterima di perjalanan bahwa 2 orang personil mereka tidak bisa berangkat hari ini karena ada ujian dan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, tapi menurutnya tetap bisa tampil walaupun tidak full team. Permasalahan lainnya adalah persiapan alat yang belum 100%. Sedangkan untuk tiket pesawat sudah berhasil kureschedule ke hari ini untuk flight paling malam. Permasalahan lainnya adalah penginapan dan kepastian tampil di tanggal 22. Terus terang aku punya tanggung jawab untuk bisa menampilkan mereka 2 kali untuk menjaga perasaan 2 personil yang tidak bisa berangkat hari ini. Saat berada di lift menuju lokasi meeting di lantai 29 aku menerima kabar dari Eka, salah satu personil bahwa peralatan sudah siap 100% dan mereka berlima siap berangkat malam nanti. Perasaan sedikit lega muncul tinggal meeting dengan panitia. Sesampainya di lantai 29, aku mengatakan pada panitia bahwa Emoni Bali siap tampil di pembukaan expo WMM besok. Setelah itu aku bernegosiasi dengan panitia untuk tetap bisa menampilkan mereka di tanggal 22 saat penutupan expo. Suksma Ratu Bethara, setelah negosiasi alot pihak panitia memutuskan tetap akan menampilkan Emoni di penutupan expo dan apresiasi saya untuk panitia bahwa mereka menyelipkan sesi talkshow bersama salah satu personil Emoni tentang wirausaha kreatif yaitu musik etnik Bali sesaat sebelum mereka tampil di penutupan expo. Perasaan lega menyelimuti, tinggal mengusahakan penginapan bagi mereka. Arrrrgggh, situasi tegang sedari tadi membuat aku ingin buang air kecil. Sungguh antara timing yang pas atau aku dituntun oleh Dewata untuk mewujudkan agenda idealis ini, di toilet basement aku bertemu Pak Nengah Rentaya, putra Bali yang saat ini menjadi salah satu petinggi dikantorku. Usai buang air kecil, aku menceritakan tentang agenda idealis ini kepada beliau dan tentu saja kesulitanku dalam mencari penginapan untuk personil Emoni Bali yang datang malam nanti. Respon cepat beliau berikan dengan menghubungi staffnya untuk membantuku, akhirnya mereka dapat penginapan di Hotel Arya Duta...*tenang

Selanjutnya malam itu aku dan gungde langsung menuju Airport Soekarno Hatta untuk menjemput teman2nya. Pesawat mereka landing dini hari, 19 Januari 2012 pukul 01.00 dini hari. Tanpa basa basi, langsung menuju Assembly Hall Jakarta Convention Centre untuk merakit rindik yang mereka buat knock down (salut buat cara mereka membawa instrumen tradisional ini ke ibu kota) sekaligus check sound. Wajah2 lelah tampak dari raut muka adik2 kecil saya ini. Check sound selesai pukul 04.00 dini hari dan ditutup dengan makan malam yang lebih tepat disebut sarapan dengan menyantap McD yang kupesan. Mereka hanya sempat tidur 2 jam karena panitia meminta mereka untuk stand by di JCC pukul 7.00 pagi. Aku berpesan pada mereka untuk menampilkan yang terbaik esok hari karena saat opening dibuka oleh Direktur Bank Mandiri dan dihadiri oleh audience penting seperti media dan beberapa pejabat. Tentunya ini membawa nama Bali, tradisinya serta Universitas Udayana karena kebetulan mereka semua berasal dari Universitas Udayana, almamaterku juga. Hal ini kusampaikan mengingat aku belum tentu bisa datang saat pembukaan nanti karena harus mengikuti training.

Setelah sekian jam berlalu, terus terang aku merasa sedikit berdosa karena tidak mendampingi mereka saat tampil di pembukaan. Materi training tentang leadership ini akhirnya kutinggalkan setelah 2 jam kuikuti dengan mata 5 watt. Kupanggil ojek depan kampus kantor dan segera kuarahkan dia ke JCC. Dari info yang disampaikan teman kantorku yang ada di JCC, bahwa emoni sudah tampil, tetapi expo belum dibuka resmi oleh Direktur Bank Mandiri. Setelah menembus kemacetan ibu kota dengan naik ojek, akhirnya aku sampai di JCC. Kulihat Pak Pahala, Direktur Bank Mandiri tengah bersiap-siap dengan alat pemukul rindik, dan segera saja beliau menabuhnya dengan semangat dan diikuti dengan iringan musik dari Emoni Bali. Senang sekali rasanya suara rindik dan suling Bali membahana di Assembly Hall Jakarta Convention Centre. Musik Emoni Bali terus mengalun mengiringi undangan yang berkunjung dari satu stand ke stand yang lain selama kurang lebih 30 menit. Bangga, sekali lagi bangga bisa mengajak Emoni mengenalkan musik tradisi leluhur yang dipadu dengan musik modern. Aku mengacungkan jempol ke arah mereka yang dibalas dengan senyum puas....

Dalam hitungan menit aku kembali ke kelas untuk mengikuti sisa training dan outbond tentunya yang diselenggarakan besok. PR-ku masih tersisa. Meskipun penampilan pertama Emoni bisa dibilang sukses, begitu juga penampilan kedua mereka harus bisa kembali mengundang kagum penonton. Sabtu pagi aku mengajak mereka jalan2 ke beberapa tempat di ibukota sambil mencari sarapan. Siangnya aku dan dony langsung menuju airport untuk menjemput 2 personil yang tiba hari ini yaitu deny dan gung bj. Akhirnya emoni bisa full team dan siap tampil di penutupan besok.

Keesokan harinya minggu tanggal 22 adalah penampilan kedua mereka, hari yang special karena selain menunjukkan keahlian bermain musik etnik, emoni juga diberi kesempatan melalui wakilnya gungde untuk mengisi talkshow tentang industri kreatif yang sedang berkembang di Bali salah satunya musik etnik. Dengan gaya kocaknya gungde membuat suasana talkshow berlangsung hangat terlebih dipandu oleh Zivana Letisha Siregar alias Zizi, Puteri Indonesia 2010. Setelah talkshow saatnya mereka kembali unjuk gigi untuk penampilan kedua. Seperti kuduga sebelumnya respon audience yang kali ini didominasi oleh mahasiswa tidak kalah antusiasnya seperti saat penampilan pertama mereka.Lantunan lagu2 rakyat Bali seperti meong2x, goak maling taluh dan ratu anom membahana di assembly hall JCC. Tidak hanya lagu rakyat Bali, mereka juga mengarransemen lagu modern seperti Galih dan Ratna serta Leaving on Jet Plane menjadi sangat etnik khas Indonesia. Usai perform aku sempat melihat twitter dimana banyak yang mention emoni bali dan mengatakan performance mereka sungguh luar biasa. Sebagai ucapan syukur terlebih malam ini adalah Hari Raya Siwaratri, aku mengajak mereka untuk sembahyang di Pura Rawamangun. Selain sembahyang, aku juga kerjasama dengan Bli Ananta dari Peradah Jakarta untuk memberi kesempatan Emoni tampil dihadapan umat Hindu Jakarta. Sesampai di pura, mereka sudah ditunggu umat Hindu yang ada di jaba tengah. Setelah koordinasi dan menyempatkan makan malam di pura, segera mereka menyapa umat dengan lantunan Gayatri Mantram dan lagu2 rakyat Bali yang mereka gubah. Respon umat cukup bagus dan lumayan menghilangkan rasa kantuk di Malam Siwa ini. Penampilan mereka akhirnya kututup dengan mengajak emoni sembahyang sekaligus mengucapkan terima kasih atas apa yang mereka raih selama di Jakarta. Kesempatan untuk mengenalkan musik etnik kepada audience ibu kota. Semoga ini menjadi langkah awal bagi Emoni Bali untuk go nasional memperkenalkan musik etnik Bali secara lebih luas. Astungkara....Good Job sahabat2 Emoni Bali #salamberjutaharmoni...

Komentar

.gungws mengatakan…
mantaaaap,bli :)
Made Ari Putranta mengatakan…
hahaha, blajar nulis bro...
Wayanyasa mengatakan…
idih suling2 an ane di otel ugen ne to pak de...yeee..antiang2 sing teke2..uhh,,sent by bbm or wayanyasa@hotmail.com ea....
Made Ari Putranta mengatakan…
enjep kirim ne ye via BB pak yan...

Postingan populer dari blog ini

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban

Sedikit Kesan Mengenai Singapura

Yaaah, hari itu Jumat 28 September 2012 mungkin hari bersejarah buatku karena hari ini aku pertama kali melakukan perjalanan keluar Indonesia, ya... keluar negeri tepatnya ke negeri singa, tapi tidak ada binatang endemik singa disana, atau mungkin ada tapi sudah punah....Ya, Singapura... Terminal keberangkatan international Airport Ngurah Rai pun baru kali ini kujejakkan, setelah berpuluh2 kali airport ini kudatangi. Sedikit cemas, karena ketika orang lain liburan keluar negeri pertama kali mengajak rombongan atau pasangan, kali ini saya seorang diri walaupun nantinya di Singapura saya bertemu rekan2 kantor baru disana, ya kantor baru dengan orang2 yang mayoritas belum kukenal. Setelah proses yang semuanya baru kulewati, sampailah aku di Singapura. Kesan pertama biasa saja, termasuk ketika aku masuk terminal airport ini. Banyak orang mengatakan bagus atau mewah, bagiku biasa saja. Bukan termasuk sombong, tapi karena kemewahan bukan jadi interestku untuk memberikan kesan sebuah temp

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang