Langsung ke konten utama

Klungkung Karangasem

Hari itu saya dan beberapa teman yang memiliki hobby sama menghabiskan waktu untuk menghabiskan shutter kamera masing-masing ke beberapa tempat di wilayah timur pulau Bali. Terasa sedikit berbeda karena hari itu kami mendampingi rekan2 yang memiliki hobby sama tetapi berasal dari kantor pusat perusahaan kami, Jakarta. Ya, hari itu klub foto Bank Mandiri Bali mendampingi klub foto Bank Mandiri Jakarta.

Dimulai dengan menjemput ke villa tempat mereka menginap di kawasan Ubud, rute pertama yang kami tuju adalah Pantai Er Jeruk dengan harapan mendapatkan moment salah satu upacara agama yang sedang berlangsung saat itu yaitu upacara melasti serangkaian odalan di Pura Samuan Tiga. Apa mau dikata, ketika sampai di lokasi kami hanya berhadapan dengan kemacetan di sepanjang jalan menuju pantai karena banyaknya umat yang akan berbalik karena upacara melasti sudah selesai. Perasaan kecewa kami tutupi dengan bergegas menuju rute berikutnya yaitu Desa Tenganan. Tetapi sebagai tuan rumah kami memperkenalkan menu khas Bali Timur yang berlokasi di Desa Pesinggahan, apalagi kalau bukan sate languan lengkap dengan sup ikan dan sayur plecing plus kacang gorengnya. Beberapa rekan kami dari Jakarta tampak kewalahan menyeka keringat yang berjatuhan dari wajah mereka. Bahkan Fitri, sang model yang juga kebetulan karyawan kantor yang khusus datang bersama rombongan untuk difoto tampak sangat bersemangat menikmati hidangan yang disajikan. Setelah menyantap makan siang, kami meluncur ke Desa Tenganan untuk mengambil foto bertema landscape, human interest dan tentu saja model dengan background orisinilitas arsitektur bangunan desa bali aga. Kami sengaja mengajak rekan2 kami dari Jakarta menuju ke rute-rute yang biasanya agak jarang dikunjungi oleh rekan2 kantor apabila datang ke Bali. Sebagai tuan rumah kami ingin menunjukkan bahwa Bali tidak hanya Kuta ataupun Legian dan Seminyak, tapi juga memiliki desa2 yang mempesona seperti Desa Tenganan. Setelah sampai, tampak rekan2 mulai membaur dengan imajinasi fotonya masing2 sebelum berkumpul untuk melakukan sesi foto model bersama Fitri. Berikut beberapa hasil foto kami di Desa Tenganan.

cuaca sedikit tidak bersahabat ketika kami sampai di Desa Tenganan dengan turunnya hujan gerimis

dinding sebuah rumah di Tenganan yang dihiasi topeng

Fitri sedang berpose didepan angkul2 sebuah rumah yang unik

pose Fitri didepan bale agung tempat berkumpulnya masyarakat Desa Tenganan

kawan2 dari Jakarta tertarik dengan lukisan diatas daun lontar


Setelah puas mendokumentasikan human interest, landscape dan foto model di Tenganan, kamipun segera meluncur ke daerah Klungkung tepatnya di sebuah dam besar di Tukad Unda. Tentu saja di lokasi ini kami ingin mendokumentasikan aktivitas anak2 yang bermain air lengkap dengan suasana riuh dan canda tawa anak2 desa, dan kami mendapatkan itu. Berikut hasilnya.

3 bolang Tukad Unda sedang lompat dari ketinggian

Mereka seakan menyindir masyarakat Indonesia yang kini mulai hilang semangat nasionalisme dan NKRI nya.

Mandi yang ceria .
Sekian dulu sharing mengenai hunting kami bersama kawan2 dari Mandiri Photography Club Jakarta. Semoga berkenan dan memberi referensi bagi kawan2 semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban

Sedikit Kesan Mengenai Singapura

Yaaah, hari itu Jumat 28 September 2012 mungkin hari bersejarah buatku karena hari ini aku pertama kali melakukan perjalanan keluar Indonesia, ya... keluar negeri tepatnya ke negeri singa, tapi tidak ada binatang endemik singa disana, atau mungkin ada tapi sudah punah....Ya, Singapura... Terminal keberangkatan international Airport Ngurah Rai pun baru kali ini kujejakkan, setelah berpuluh2 kali airport ini kudatangi. Sedikit cemas, karena ketika orang lain liburan keluar negeri pertama kali mengajak rombongan atau pasangan, kali ini saya seorang diri walaupun nantinya di Singapura saya bertemu rekan2 kantor baru disana, ya kantor baru dengan orang2 yang mayoritas belum kukenal. Setelah proses yang semuanya baru kulewati, sampailah aku di Singapura. Kesan pertama biasa saja, termasuk ketika aku masuk terminal airport ini. Banyak orang mengatakan bagus atau mewah, bagiku biasa saja. Bukan termasuk sombong, tapi karena kemewahan bukan jadi interestku untuk memberikan kesan sebuah temp

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang