Langsung ke konten utama

Bali dan Sepeda Motor


Tergelitik juga mendengar cerita bapak saya ketika cuap-cuap mengenai dinamika di banjar tahun 1980-an. Tahun 1980an ketika jalanan Bali masih belum seramai saat ini,dan kendaraan pun masih bisa dihitung dengan jari. Saat itu bapak saya sangat terkesan dengan pernyataan salah satu krama ketika berlangsungnya sangkep atau rapat banjar. Kira2 begini pernyataannya,"bagaimana kalau kita jual saja banjar ini trus uangnya kita jadikan sepeda motor dan dibagikan per-KK." Celetukan ini kontan membuat gaduh peserta rapat saat itu.Beberapa malah ada yg menengahi,"sebaiknya jangan dijual,tp disewakan saja". Tapi untungnya kelian banjar saat itu bersikap bijak dengan meredam pendapat kramanya agar tidak sampai menyewakan banjar apalagi menjualnya. Tahun 1980-an bisa dibilang salah satu moment ketika modernisasi mulai merambah Bali dengan begitu derasnya. Salah satu wujudnya adalah transportasi sepeda motor yg menjadi idaman masyarakat karena dianggap praktis dan bisa menempuh jarak jauh dlm waktu singkat. Bisa dibilang sepeda motor mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi perubahan Bali secara fundamental. Jika mobilitas masyarakat Bali dulu lebih banyak dengan berjalan kaki dan alat transportasi sederhana seperti sepeda atau dokar untuk jarak jauh,maka kita saksikan saat ini sepeda motor mengambil peran penting didalamnya. Aktivitas ke pasar masyarakat Bali yg dulunya terlihat dalam lukisan atau foto2 jaman dulu menggunakan dokar atau sepeda,kini berganti dengan sepda motor lengkap dengan tas plastiknya sebagai alat pembawa barang2 belanjaan. Bahkan,jika dulunya para ibu dan anak gadisnya mendahului para pria dan anak lelakinya menjunjung banten beriringan ketika piodalan,maka yang tampak saat ini adalah para ibu dengan suami atau anaknya yg berboncengan naik sepeda motor sambil menggendong banten yg akan dibawanya me pura. Cukup unik,jika kita membicarakan peran sepeda motor dalam dinamika Bali yang berkembang. Dan masyarakat Bali dalam hal ini harus pintar2nya menggunakan teknologi,agar jangan sampai mengubah karakter dasar sebagai manusia Bali yang mengedepankan etika dan estetika yang berekerangka Tri Hita Karana. Bali Dwip Jaya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban

Sedikit Kesan Mengenai Singapura

Yaaah, hari itu Jumat 28 September 2012 mungkin hari bersejarah buatku karena hari ini aku pertama kali melakukan perjalanan keluar Indonesia, ya... keluar negeri tepatnya ke negeri singa, tapi tidak ada binatang endemik singa disana, atau mungkin ada tapi sudah punah....Ya, Singapura... Terminal keberangkatan international Airport Ngurah Rai pun baru kali ini kujejakkan, setelah berpuluh2 kali airport ini kudatangi. Sedikit cemas, karena ketika orang lain liburan keluar negeri pertama kali mengajak rombongan atau pasangan, kali ini saya seorang diri walaupun nantinya di Singapura saya bertemu rekan2 kantor baru disana, ya kantor baru dengan orang2 yang mayoritas belum kukenal. Setelah proses yang semuanya baru kulewati, sampailah aku di Singapura. Kesan pertama biasa saja, termasuk ketika aku masuk terminal airport ini. Banyak orang mengatakan bagus atau mewah, bagiku biasa saja. Bukan termasuk sombong, tapi karena kemewahan bukan jadi interestku untuk memberikan kesan sebuah temp

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang