Langsung ke konten utama

Peninsula Nusa Dua

Sabtu 17 Juli 2010, seperti biasa alarm handphoneku berbunyi tepat jam 5.30. Tidak biasanya alarm handphone berbunyi di hari sabtu. Kalau berbunyi berarti sabtu ini berbeda dengan sabtu biasanya. Memang hari itu aku ada rencana sama teman-teman kantor untuk jalan-jalan sambil ambil foto di daerah Peninsula Nusa Dua. Tapi, sudah rela berkorban bangun pagi-pagi, mobil avanza biru dengan penumpang Deli dan Uva serta driver Aditya baru muncul di gerbang rumahku pukul 8.00. Dengan menyimpan sejuta perasaan kecewa (lebaai mode on)berangkatlah kita ke Nusa Dua... So, nikmati hasil jeprat-jepret di daerah Peninsula Nusa Dua.


Dari kiri ke kanan: Uva, Aditya, Deli. Meskipun kita semua anak Bali, dua orang diantara mereka mengaku belum pernah ke Nusa Dua. Maklum mereka besar di kota metropolitan. Eh berdasarkan buku, di tempat ini Dang Hyang Nirartha melanjutkan karya sastranya yang berjudul Dwijendra Tatwa.


Si Deli lagi ketawa ketika aku buat joke kecil di depannya. Ternyata trik jitu untuk dapat pose nya yg natural. Dengan background karang hitam, sebetulnya foto ini diambil dengan menguji adrenalin. Karena cipratan air sewaktu-waktu bisa mengancam kita dan kamera.




Giliran Uva yang berpose di pinggir pantai yang lagi surut. Katanya biar keliatan kayak orang Bali, posenya harus dilengkapi dengan bunga jepun (kamboja). Udah kayak orang Bali belum? Kata Deli, posenya eksotis...





Supaya ga jadi monopoli model, sesi foto kali ini juga menyempatkan saya untuk difoto. Hasilnya keren, karena memang objectnya sudah keren...xixixixi. Terima kasih teman-teman, sudah bersedia untuk difoto.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban

Sedikit Kesan Mengenai Singapura

Yaaah, hari itu Jumat 28 September 2012 mungkin hari bersejarah buatku karena hari ini aku pertama kali melakukan perjalanan keluar Indonesia, ya... keluar negeri tepatnya ke negeri singa, tapi tidak ada binatang endemik singa disana, atau mungkin ada tapi sudah punah....Ya, Singapura... Terminal keberangkatan international Airport Ngurah Rai pun baru kali ini kujejakkan, setelah berpuluh2 kali airport ini kudatangi. Sedikit cemas, karena ketika orang lain liburan keluar negeri pertama kali mengajak rombongan atau pasangan, kali ini saya seorang diri walaupun nantinya di Singapura saya bertemu rekan2 kantor baru disana, ya kantor baru dengan orang2 yang mayoritas belum kukenal. Setelah proses yang semuanya baru kulewati, sampailah aku di Singapura. Kesan pertama biasa saja, termasuk ketika aku masuk terminal airport ini. Banyak orang mengatakan bagus atau mewah, bagiku biasa saja. Bukan termasuk sombong, tapi karena kemewahan bukan jadi interestku untuk memberikan kesan sebuah temp

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang