Langsung ke konten utama

Exotic Denpasar

Sore itu aku baru pulang kerja...Hmmm, ga biasanya pulang sesore ini. Jam tangan alba yg menempel di pergelangan tangan kiri masih menunjukkan pukul 18.00. Segera mandi dan ganti baju, akhirnya aku meluncur menelusuri jalan Gajah Mada. Kawasan yang kata ibuku dulu merupakan tempat yang paling sering didatangi sama kakyang (kakek) dan ibu untuk beli baju baru.... Memang pusat ekonomi Denpasar dulu ada di sepanjang jalan ini karena merupakan akses utama menuju pasar terbesar di Bali yaitu Pasar Badung dan Pasar Kumbasari. Sekarang dengan banyaknya mall dan pusat2 perbelanjaan, kawasan ini mulai ditinggalkan dan oleh Pemerintah Kota dijadikan kawasan heritage (cagar budaya). Tapi bagiku taksu kawasan ini ga hilang.Memang Gajah Mada dengan Pasar Badung dan Kumbasari bukan lagi jadi pusat ekonomi, melainkan aset budaya yang sangat menarik untuk didokumentasikan dalam lensa.


Salah satu sudut di Jalan Gajah Mada tepatnya di perempatan lampu merah. Dari titik ini, jika kita mengarah ke utara akan melalui Jalan Kartini yaitu akses untuk mencapai wilayah Wangaya. Sedangkan selatannya adalah tembusan Jalan Sulawesi, yang merupakan pusat tekstil hingga sekarang. Mayoritas penjual tekstil disana adalah warga keturunan Arab dan India yang sudah lama berdagang didaerah ini.


Banyak yang bilang Candi Bentar ini merupakan ikon baru kawasan Gajah Mada. Jadi ingat ketika masih SMA dulu dimana jalan ini harus ditutup sementara karena aktivitas pembongkaran ruko untuk dibangun candi bentar ini. Dulunya di candi bentar ini berdiri jejeran ruko. Oleh Pemkot Denpasar ruko ini diambil alih untuk dibangun candi bentar untuk menunjang Denpasar sebagai Kota Budaya dan untuk mensterilkan kawasan dekat Pura Desa yang tepat ada di depan candi ini. Kalau bulan Purnama,kita bisa menyaksikan dengan puas disini... Buktikan aja!


Walaupun mall dan supermarket bertebaran dimana-mana, sebagian masyarakat masih setia untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di Pasar Badung. Keramaian akan lebih terasa jika Galungan dan Kuningan semakin mendekat. Ada yang bilang belanja di pasar memiliki sensasi beda dibanding belanja di supermarket.


Titik ujung Jalan Gajah Mada adalah titik nol dari Kota Denpasar alias ada di bundaran Patung Catur Muka. Selamat menikmati kotamu, Exotic Denpasar...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang...

Omed-Omedan

Seru banget sewaktu hunting foto omed-omedan di Sesetan. Mulai dari cari lokasi motret (ngaku jadi mahasiswa ISI, biar dapet posisi bagus), sampe berkelit dari siraman air dan hampir jatuh dari venue fotografer. Semua itu demi mendokumentasikan ajang budaya tahunan, omed-omedan... Peserta Omed-omedan yang kaget ngeliat pria yang akan menjadi pasangannya... Ekspresinya dapet ya... Akhirnya beradu juga, hehehe... Sayang anak muda dari luar Banjar Kaja ga bole ikut.. Pas mereka bergulat, panggung fotografer sudah mengeluarkan bunyi "kriak" tanda mau roboh, tapi untung ga kejadian. Biar seru, sebelum beraksi para peserta disiram dulu... hehe... Jadi ceritanya, tradisi omed-omedan ini bermula dari sepasang babi yang sedang bergulat asmara di wilayah Banjar Kaja. Sejak itu musibah penyakit yang melanda seketika hilang. Dan akhirnya petinggi Banjar Kaja pun diundang untuk beraksi di tradisi omed-omedan...

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban...