Langsung ke konten utama

Konflik Gaza

Akhir-akhir ini Top News yang selalu menghiasi surat kabar dan televisi adalah seputar konflik di Gaza antara Palestina dan Israel. Saking urgent-nya berita ini untuk diketahui masyarakat, ada sejumlah stasiun televisi yang bahkan merelay salah satu siaran TV Arab. Berbagai reaksi datang dari seluruh dunia, termasuk Indonesia yang intinya mengecam tindakan Israel yang membombardir sebagian wilayah Palestina.

Perang memang bukan merupakan jalan yang baik untuk menyelesaikan masalah. Karena pihak-pihak yang tidak berdosa ikut menjadi korban dari hal-hal yang tidak mereka ketahui. Terus terang saya sendiri pun dari jaman bahula sampai sekarang sama sekali tidak mengerti akar permasalahannya. Termasuk krisis2 atau masalah2 atau perang2 di daerah lain seperti Afghanistan, Iran, Irak dan daerah lainnya di seputaran wilayah tersebut. Untuk mengerti sekilas mungkin iya, tapi untuk mengerti mendalam sangat sulit karena masing2 pihak mengeluarkan versinya sendiri-sendiri. Ada yg mengatakan akar permasalahannya ekonomi dengan minyak sebagai sumbernya, ada juga yg mengatakan ketidakadilan dengan penindasan kelompok tertentu sebagi sumbernya. Masing2 pihak sama-sama ngotot dan seakan-akan dirinyalah yang paling benar.

Dan kembali lagi ke perang diatas, yang paling menerima dampaknya adalah masyarakat sipil terutama anak-anak. Di TV terlihat banyak anak-anak yg tidak berdosa, menangis kesakitan dan ada pula yang meregang nyawa. Sungguh tragis nasib mereka menjadi korban dari kebiadaban orang-orang disekitarnya. Dan tidak hanya anak-anak di Palestina yang menjadi korban, anak-anak di Indonesia pun menjadi korban. Terus terang saya agak kaget melihat berita di TV dimana sejumlah anak-anak SD di Jawa melakukan unjuk rasa sampai turun ke jalan mengecam tindakan Israel yang menyerang Palestina sambil membawa spanduk, menginjak-injak bendera Israel dan tentu saja memacetkan arus lalu lintas...

Apa yg mereka ketahui tentang perang ini? Sungguh tidak pantas jika anak-anak seumuran mereka memikirkan perang di Gaza yang bahkan untuk orang dewasa pun belum mengerti benar akar permasalahannya. Anehnya orang tua mereka mengizinkan, atau mungkin menyarankan supaya anak-anaknya memiliki rasa solidaritas terhadap "sesama." Tapi sekali lagi mereka masih belum cukup umur untuk mengerti tentang semua ini. Kekhawatiran saya adalah sikap mental mereka akan membentuk rasa solidaritas tinggi terhadap "sesamanya" (satu keyakinan) dengan membenci pihak yang tidak "sesamanya."

Sekali lagi, perang memang membawa dampak yang sangat buruk bagi kemanusiaan. Hanya nilai-nilai kemanusiaan yang bisa menjadi penangkalnya. Karena nilai-nilai kemanusiaan tidak memandang manusia berdasarkan keyakinan yang dianut, ras ataupun suku bangsa. Semoga tidak ada lagi darah berceceran yang disebabkan karena "perang."

Denpasar, 7 Januari 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban

Sedikit Kesan Mengenai Singapura

Yaaah, hari itu Jumat 28 September 2012 mungkin hari bersejarah buatku karena hari ini aku pertama kali melakukan perjalanan keluar Indonesia, ya... keluar negeri tepatnya ke negeri singa, tapi tidak ada binatang endemik singa disana, atau mungkin ada tapi sudah punah....Ya, Singapura... Terminal keberangkatan international Airport Ngurah Rai pun baru kali ini kujejakkan, setelah berpuluh2 kali airport ini kudatangi. Sedikit cemas, karena ketika orang lain liburan keluar negeri pertama kali mengajak rombongan atau pasangan, kali ini saya seorang diri walaupun nantinya di Singapura saya bertemu rekan2 kantor baru disana, ya kantor baru dengan orang2 yang mayoritas belum kukenal. Setelah proses yang semuanya baru kulewati, sampailah aku di Singapura. Kesan pertama biasa saja, termasuk ketika aku masuk terminal airport ini. Banyak orang mengatakan bagus atau mewah, bagiku biasa saja. Bukan termasuk sombong, tapi karena kemewahan bukan jadi interestku untuk memberikan kesan sebuah temp

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang