Langsung ke konten utama

3 Hari Untuk Selamanya

Dari 4 film yang aku sewa, ada satu film yang menurutku paling menarik untuk diceritakan di blog ini. Film Indonesia, cuman ga kalah bagus dari Hollywood box office sekalipun. Judulnya "3 Hari Untuk Selamanya."

Dari judul kita sudah bisa tahu kalau film ini bergenre drama. Pemain utama adalah Nicholas Saputra dan Adinia Wirasti dengan Director Riri Reza. Bercerita tentang kehidupan 2 anak muda Yusuf (Nocholas) dan Maya (Ardinia). Inti cerita dimulai ketika perjalanan mereka yang menempuh rute Jakarta - Yogyakarta guna menghadiri pernikahan kakak Maya disana. Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh selama 1 hari perjalanan darat, akhirnya berlangsung selama 3 hari.

Perjalanan selama 3 hari ini merupakan cermin dari kehidupan Maya selama ini yang cenderung ke arah pergaulan bebas dengan sikap cuek dan manjanya. Berbagai permasalahan dihadapi oleh 2 anak manusia ini selama perjalanan. Dimulai dari pertengkaran sepele yang disebabkan oleh sikap Maya yang terlalu keras pada keluarga yang telah memberi mereka tempat menginap dan mulai tersadrnya Maya akan kelakuannya selama ini jika dibandingkan dengan sikap sahabatnya Yusuf yang lebih tenang dan tidak angkuh dalam menjalani kehidupan. Berbagai kenakalan mereka lakukan selama perjalanan, dimulai dari melencengnya perjalanan dari rute sebenarnya, tersesat dan singgah di berbagai tempat yang belum pernah mereka datangi.

Seperti style film garapan Riri Reza lainnya, di film 3 hari untuk selamanya ini juga diselipkan sedikit unsur pendidikan dalam percakapan para pemainnya, seperti Pulau Jawa merupakan pulau terpadat di dunia, sampai pada masa depan manusia ditentukan pada umur 27 tahun. Dan yang sedikit lebih nakal ketika Maya menanyakan keperjakaan Yusuf.

Perjalanan ini semakin menyadarkan Maya akan kekeliruannya selama ini ketika menemui sebuah kecelakaan dalam perjalanan dan seketika itu pula dia ingat akan keluarganya di Jogja yang telah menunggu. Film ini semakin berwarna ketika keduanya singgah di tempat peribadatan Katolik dan berdoa disana, walaupun dengan agama berbeda.

Perjalanan ini sungguh memberi pelajaran pada mereka berdua ketika menjelang tiba di Jogja, disambut oleh gempa bumi dahsyat. Tapi beruntung tidak ada anggota keluarga mereka yang menjadi korban. Dan pernikahan kakak Maya pun berlangsung di tengah suasana keprihatinan. Itu sebabnya film ini diberi judul demikian, karena 3 hari perjalanan mereka dari Jakarta menuju Jogja merupakan momentum atau titik balik yang menyadarkan mereka berdua terutama Maya tentang kehidupannya selama ini dan nanti. Barangkali setiap manusia akan menjalani momentum seperti ini, tapi tidak ada yang tahu pasti, kapan akan terjadi.

Komentar

ranii mahardika mengatakan…
aku belum nonton ,,

sepertinya pesan moralnya dapet sih . . tapi tetep . . . dont like drama . . . .


hhehe

Postingan populer dari blog ini

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang...

Omed-Omedan

Seru banget sewaktu hunting foto omed-omedan di Sesetan. Mulai dari cari lokasi motret (ngaku jadi mahasiswa ISI, biar dapet posisi bagus), sampe berkelit dari siraman air dan hampir jatuh dari venue fotografer. Semua itu demi mendokumentasikan ajang budaya tahunan, omed-omedan... Peserta Omed-omedan yang kaget ngeliat pria yang akan menjadi pasangannya... Ekspresinya dapet ya... Akhirnya beradu juga, hehehe... Sayang anak muda dari luar Banjar Kaja ga bole ikut.. Pas mereka bergulat, panggung fotografer sudah mengeluarkan bunyi "kriak" tanda mau roboh, tapi untung ga kejadian. Biar seru, sebelum beraksi para peserta disiram dulu... hehe... Jadi ceritanya, tradisi omed-omedan ini bermula dari sepasang babi yang sedang bergulat asmara di wilayah Banjar Kaja. Sejak itu musibah penyakit yang melanda seketika hilang. Dan akhirnya petinggi Banjar Kaja pun diundang untuk beraksi di tradisi omed-omedan...

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban...