Ubud lagi, ubud lagi. Ya mau bagaimana lagi. Akhir-akhir ini inspirasi saya selalu mengarah ke Ubud karena saya sering kesana. Ubud memang eksotis. Terasering sawahnya selalu jadi langganan di beragam postcard. Juga beragam seniman tinggal disini. Kentalnya tradisi Bali menjadikan Ubud memiliki ciri khas dibanding tempat wisata lain di Bali. Saat tempat lainnya berlomba-lomba menyenangkan wisatawan sesuai selera pasar, Ubud tetap mengembangkan pariwisata dengan menjunjung local genius yang dimilikinya. Makanya, kalo ngajak temen ke Bali ajak aja ke Ubud supaya bisa melihat the real paradise of Bali.
Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban...
Komentar
rekomendasi iang ditawarkan Ari ini jadi berat sebelah en ga fair begini !
Bali ia Bali , Bali bukan Ubud , Kuta ato Denpasar !!
.rani.