Langsung ke konten utama

Klepon Gianyar


Kamis minggu ini aku tugas ke Gianyar bersama teman-temanku di kantor. Ada 5 orang dalam mobil itu. Sebenarnya tugasnya simple, just take a document! Tapi kenapa yang ikut sampai 5 orang? Namanya juga marketer, waktu diluar kantor jangan disamakan dengan didalam kantor. Jadi mau ngapain ya bebas2x aja. Asalkan pekerjaan beres. Hari itu, hari yang spesial karena salah satu teman marketing akan pindah tugas ke divisi lain (ceritanya perpisahan), jadi biarpun tugasnya simple, ya kita garap rame2... Seperti biasa, ada acara makan2... Dan setelahnya, hhmmmm... Ini yg seru. Kalo makan babi guling Gianyar udah biasa (coz udah keseringan).... Makan klepon Gianyar? Nah ini baru luar biasa. Bagiku klepon Gianyar udah ga asing lagi, karena jika ke Gianyar aku sempatkan waktuku untuk bertandang ke sebuah jalan kecil di utara Puri Gianyar, namanya jalan Angantaka. Yang membuatnya terkenal adalah rasanya. Beda dengan klepon pasar yang lain. Selain ga make zat warna kimia (makenya daun suji), rasa pandan harumnya juga berasa dan manisnya paaass.. Jadilah klepon Gianyar yang mak...nyuuss! Jangan harap begitu beli langsung dapet kleponnya. Kalo ga mesen sebelumnya, kita bisa nunggu setengah jam untuk dapet tuh jajan bulet kecil-kecil warna ijo.... Penasaran? Cobain aja!

Komentar

Mrs.Putyi mengatakan…
uda pernah nyobain...emang enak kok heuehuehueh

Postingan populer dari blog ini

Lontar, Kekayaan Intelektual Manusia Bali (Kisah Menyelamatkan Lontar Keluarga) part 1

Hari itu, minggu 13 Januari 2013 bertepatan dengan moment Banyu Pinaruh selepas perayaan Saraswati kemarin, mendadak aku ingin ke Merajan Gede. Bukan untuk bersembahyang, karena aku termasuk orang yang bisa dibilang tidak sering2 amat untuk bersembahyang belakangan ini, tetapi untuk maksud melihat benda-benda pusaka warisan leluhur, terutama lontar. Kusapa Pemangku Merajan yang sedang membersihkan areal merajan dan segera kuutarakan maksud kedatanganku untuk melihat lontar-lontar merajan yang selama ini hanya kudengar dari ibuku. Respon positif kudapatkan, dan segera aku diajak untuk memasuki sebuah ruangan di sebelah utara areal merajanku. Memasuki ruangan, terus terang aku terkesima dengan keberadaan benda-benda pusaka yang dimikili oleh merajanku. Kulihat sebuah tongkat dan beberapa keris yang terlihat berumur cukup tua. Fokusku langsung mencari keberadaan lontar dan pandanganku akhirnya tertuju pada sebuah kotak kayu tua berwarna coklat kehitaman dan dibeberapa bagiannya berluban...

Omed-Omedan

Seru banget sewaktu hunting foto omed-omedan di Sesetan. Mulai dari cari lokasi motret (ngaku jadi mahasiswa ISI, biar dapet posisi bagus), sampe berkelit dari siraman air dan hampir jatuh dari venue fotografer. Semua itu demi mendokumentasikan ajang budaya tahunan, omed-omedan... Peserta Omed-omedan yang kaget ngeliat pria yang akan menjadi pasangannya... Ekspresinya dapet ya... Akhirnya beradu juga, hehehe... Sayang anak muda dari luar Banjar Kaja ga bole ikut.. Pas mereka bergulat, panggung fotografer sudah mengeluarkan bunyi "kriak" tanda mau roboh, tapi untung ga kejadian. Biar seru, sebelum beraksi para peserta disiram dulu... hehe... Jadi ceritanya, tradisi omed-omedan ini bermula dari sepasang babi yang sedang bergulat asmara di wilayah Banjar Kaja. Sejak itu musibah penyakit yang melanda seketika hilang. Dan akhirnya petinggi Banjar Kaja pun diundang untuk beraksi di tradisi omed-omedan...

Patung Catur Muka

Sebagian besar masyarakat Kota Denpasar pasti sudah tahu tentang patung Catur Muka. Yak, patung berkepala empat ini terletak di perempatan agung Kota Denpasar, dan sekaligus menjadi titik nol dari kota yang mengusung konsep kota budaya ini. Tapi tidak banyak yang tahu mengenai sejarah dan arti dari patung ini, dan tulisan di blog saya kali ini semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama. Patung Catur Muka yang berdiri diatas bunga teratai adalah reinkarnasi dari Sang Hyang Guru dalam bentuk perwujudan Catur Gophala. Dengan mengambil perwujudan empat muka adalah simbolis pemegang kekuasaan pemerintahan yang dilukiskan dalam keempat buah tangannya. Catur Gophala memegang aksamala/genitri yang bermakna bahwa pusat segalanya adalah kesucian dan ilmu pengetahuan. Cemeti dan sabet mengandung arti ketegasan dan keadilan harus ditegakkan oleh pemerintah. Cakra berarti siapapun yang melanggar hukum dan peraturan harus dihukum. Sungu artinya pemerintahan berpegang pada penerangan atau undang...